Mau dilihat, mau ditinjau lagi apa penyebabnya,
Jakarta (INTARTA) – Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Latihan, dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari menyampaikan bahwa OJK terus mendorong akses layanan keuangan bagi para penyandang disabilitas di Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, dari total 22 juta jumlah penyandang disabilitas di Indonesia, hanya sekitar 20 persen yang baru memperoleh akses terhadap layanan keuangan. Masih ada sekitar 17 juta penyandang disabilitas yang belum mendapatkan layanan keuangan.
“(Perluasan akses) itu untuk mendukung supaya yang 22 juta (disabilitas) tadi semuanya Insya Allah punya rekening. Kenapa? Karena kalau mereka bisa terinklusi, mereka sama dengan kita semua, dirinya bisa punya tabungan, dirinya bisa dapat kredit, nah kita sudah mendukung juga kredit untuk kaum difabel,” ucap Friderica atau yang akrab disapa Kiki saat acara ‘Talkshow dan Nonton Bareng Film ‘Tegar’, di Jakarta, Jumat.
Menjadi salah satu usaha, Kiki menafsirkan bahwa OJK telah mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 tentang perlindungan konsumen dan masyarakat. Peraturan ini mengharuskan pelaku usaha jasa keuangan untuk menyediakan akses inklusi keuangan bagi penyandang disabilitas.
Ketentuan ini melingkupi berbagai penyediaan fasilitas sebagaimana formulir dalam huruf braille, atau akses landai untuk kursi roda di gedung-gedung perkantoran. OJK juga mempunyai petunjuk teknis operasional untuk pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) guna memastikan penyandang disabilitas mempunyai akses yang sama ke layanan keuangan.
“Misalnya formulir pembukaan rekening harus yang ada braille-nya, kemudian fasilitas untuk masuk ke gedungnya itu harus ada yang landai dan lain-lain. Itu kita semua masukkan, dan kita punya what so called petunjuk teknis operasional bagi pelaku upaya jasa keuangan untuk mendukung saudara kita yang difabel ini bisa mempunyai akses yang sama dengan kita semua yang normal untuk punya rekening bank, produk keuangan, dan lain-lain,” ujarnya.
Di samping itu, Kiki menilai para PUJK juga harus mempunyai kesadaran sendiri untuk membuat lingkungan dan akses yang ramah bagi para penyandang disabilitas.
“Kita mengajak semua pelaku usaha jasa keuangan, baik perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, dan lainnya, untuk memastikan no one left behind. Memberikan kesempatan yang sama untuk mengakses inklusi keuangan, meningkatkan kesejahteraan, dan membuka kesempatan kerja di bidang jasa keuangan,” ucap Kiki pula.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa sejauh ini beberapa pelaku usaha jasa keuangan telah menunjukkan usaha luar biasa dalam mendukung inklusi keuangan bagi penyandang disabilitas.
“Contohnya, BNI telah menyediakan fasilitas istimewa untuk difabel, termasuk ATM yang ramah disabilitas dan layanan kontak yang melibatkan penyandang disabilitas. Namun, belum semua perusahaan melakukan hal yang sama,” ungkapnya.
Adapun strategi lain juga ditempuh OJK dalam meningkatkan layanan bagi difabel, khususnya layanan digital guna lebih mendorong tingkat inklusi keuangan lewat program strategis “Satu Difabel Satu Rekening”.
Kiki menyebut, dalam implementasi Strategi “Satu Difabel Satu Rekening”, pihaknya telah berkonsultasi dengan Komisi Nasional Disabilitas.
Tidak hanya peningkatan pada inklusi keuangan, Kiki menilai program strategis untuk mendorong aspek literasi keuangan masyarakat juga perlu ditingkatkan. Salah satu upaya OJK, yaitu menggunakan pemanfaatan teknologi lewat Learning Managment System Latihan Keuangan (LMSKU) dan Sikapi UangMu yang juga disertai dengan modul ramah disabilitas.
Dalam acara Seremonial Penandatanganan Kerja Sama antara OJK dan Kemenko Perekonomian (2/2), Kiki memaparkan bahwa OJK telah melaksanakan 2.570 latihan keuangan dengan total 647.968 peserta pada 2023.
Kemudian, para pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) sudah menjalankan 2.607 latihan keuangan dengan 409.284 peserta.
(antara)