Kasus Tanda Tangan Palsu, Jonizar SH: Terdakwa Kepala Desa Pasar Baru Diduga Terlibat dalam Skandal PAPBDes

  • Bagikan
Kasus Tanda Tangan Palsu, Jonizar SH: Terdakwa Kepala Desa Pasar Baru Diduga Terlibat dalam Skandal PAPBDes
oplus_0

Intarta.com – Sergai | Kasus pemalsuan tanda tangan yang melibatkan mantan Sekretaris Desa (Sekdes) Pasar Baru, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), terus menjadi sorotan publik. Pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Sergai yang digelar pada Kamis (8/8) sore, muncul dugaan kuat mengenai keterlibatan Kepala Desa Pasar Baru, Suriadi alias Rudi Armada, dalam tindak pemalsuan tanda tangan tersebut.

Mantan Sekdes yang menjadi saksi kunci dalam kasus ini telah dijatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara. Namun, perhatian publik semakin tertuju pada kemungkinan keterlibatan Suriadi dalam pemalsuan tanda tangan yang berkaitan dengan dokumen Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (PAPBDes) Tahun Anggaran 2020.

Kasus ini bermula dari laporan Siti Zubaidah, yang menduga tanda tangannya dipalsukan dalam dokumen PAPBDes.

Dalam sidang terbaru, yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Maria Cristine Natalia Barus, S.IP., S.H., M.H, Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Serdang Bedagai, Nansya Ramadhana Yatuhidika, dihadirkan sebagai saksi. Pada persidangan tersebut, Nansya menegaskan bahwa pemalsuan tanda tangan pada dokumen resmi seperti PAPBDes dapat menghilangkan legalitas dokumen tersebut.

Meskipun pada tahun 2020 Nansya belum menjabat sebagai Kabid PMD, ia dipanggil untuk memberikan keterangan karena posisinya saat ini sebagai Kabid PMD sejak tahun 2023 dianggap relevan dalam menjelaskan proses penyusunan dan penganggaran PAPBDes

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Lusiana Verawati Siregar, S.H dalam sidang tersebut menggali lebih dalam mengenai sah atau tidaknya dokumen PAPBDes apabila tanda tangan pejabat terkait dipalsukan.

Nansya menegaskan bahwa dokumen tersebut tidak sah apabila tanda tangan para kepala urusan (kaur) yang bertanggung jawab dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan anggaran dipalsukan. Pernyataan ini memperkuat dugaan adanya penyalahgunaan dokumen PAPBDes Desa Pasar Baru tahun 2020.

Lebih jauh, fakta persidangan juga mengungkap bahwa bukan hanya tanda tangan Siti Zubaidah yang dipalsukan, melainkan juga tanda tangan dua perangkat desa lainnya, yaitu Kasi Umum Dian dan Kasi Pelayanan Nanda. Keduanya menyatakan bahwa tanda tangan mereka dipalsukan untuk mengesahkan dokumen PAPBDes yang mencantumkan kegiatan yang tidak pernah dilaksanakan, meskipun dana sudah dicairkan.

Salah satu kegiatan yang dimaksud adalah pembelian alat kesehatan dan ambulans.

Saksi Nanda, yang menolak menandatangani dokumen tersebut, menyatakan bahwa ia menyadari kegiatan yang tercantum dalam dokumen tersebut tidak pernah dilaksanakan.

Ketika Nanda menanyakan penggunaan dana yang dicairkan kepada Kepala Desa, ia hanya mendapat jawaban bahwa dana tersebut digunakan untuk membayar gaji perangkat desa. Padahal, gaji perangkat desa seharusnya sudah diatur melalui siltap (penghasilan tetap) dalam APBDes.

Di sisi lain, kuasa hukum pelapor, Jonizar SH, MM, C.P.L, C.P.C.L.E, meminta majelis hakim untuk mempertimbangkan fakta-fakta yang telah terungkap dalam persidangan. Jonizar menegaskan bahwa pemalsuan tanda tangan tersebut jelas dilakukan untuk menutupi kegiatan yang tidak dilaksanakan, namun tetap dianggarkan dan dananya dicairkan.

“Temuan ini, telah menjadi perhatian unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Serdang Bedagai serta Inspektorat,” katanya, Jum’at (9/8) sore di Perbaungan.

Jonizar juga mengungkapkan bahwa dalam fakta persidangan, terdakwa Kepala Desa Pasar Baru diduga mengetahui pemalsuan tanda tangan yang dilakukan oleh mantan Sekdes, Sugimin.

” Pemalsuan ini tidak hanya melibatkan tanda tangan Siti Zubaidah, tetapi juga dua perangkat desa lainnya, yang memperkuat dugaan bahwa pemalsuan tersebut dilakukan untuk keuntungan pribadi oleh Kepala Desa,” ujarnya.

Dengan bukti-bukti yang semakin jelas, Jonizar mendesak majelis hakim untuk memberikan putusan yang adil dalam kasus ini. Ia menekankan bahwa kasus ini bukan hanya pelanggaran hukum yang serius, tetapi juga mencerminkan upaya sistematis untuk menyalahgunakan anggaran desa demi keuntungan pribadi.

Pasal 263 Ayat (2) KUHP mengatur bahwa tindak pidana pemalsuan surat merupakan pelanggaran terhadap kebenaran dan kepercayaan, dengan tujuan memperoleh keuntungan bagi diri sendiri atau orang lain yang dapat menimbulkan kerugian, baik materiil maupun non-materiil.

Kasus ini diharapkan menjadi pelajaran penting bagi pengelolaan keuangan desa yang lebih transparan dan bertanggung jawab, serta menegakkan keadilan demi kepentingan masyarakat luas.
(**).

  • Bagikan