Penulis : Tuan M. Yoserizal Saragih, S.Ag, SH, M.I.Kom, Wakil Dekan 3 Fakultas Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (FIS UINSU)
DALAM ajaran Islam, konsep makanan halal tidak hanya menekankan aspek legalitas, tetapi juga harus memenuhi standar thayyib, yang mencakup kualitas, kesehatan, dan manfaat bagi konsumsi manusia. Prinsip ini menjadi dasar dalam sertifikasi halalan thayyiban untuk memastikan bahwa makanan yang dikonsumsi oleh umat Muslim memenuhi standar hukum Islam sekaligus berdampak positif bagi kesehatan dan kebersihan, serta mendukung keberlanjutan lingkungan.
Al-Qur’an menekankan pentingnya konsumsi makanan yang halal (diperbolehkan menurut syariat) dan thayyib (berkualitas dan bermanfaat). Berikut adalah beberapa ayat yang mendasari konsep ini :
- Surah Al-Baqarah (2:168) : “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.” Ayat ini menekankan bahwa selain halal, makanan juga harus thayyib, mencakup aspek kualitas kesehatan dan manfaat.
- Surah Al-Maidah (5:88) : “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” Ayat ini menggarisbawahi bahwa kehalalan makanan harus disertai dengan kualitas yang memenuhi standar kebersihan dan manfaat.
Nabi Muhammad SAW menekankan pentingnya makanan yang halal dan thayyib. Berikut adalah beberapa hadis yang relevan :
- Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim : “Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik.” Hadis ini mengisyaratkan bahwa Allah hanya menerima amal yang berasal dari sumber yang baik, termasuk makanan yang dikonsumsi.
- Hadis tentang Doa yang Tidak Dikabulkan (Riwayat Muslim) : Nabi bersabda bahwa seorang lelaki yang makan dari makanan haram tidak akan diterima doanya.” Hadis ini menunjukkan pentingnya memastikan kehalalan dan kualitas baik dari makanan yang dikonsumsi untuk mencapai keberkahan.
Para ulama memiliki pandangan yang kuat terkait penerapan prinsip halalan thayyiban :
Imam Nawawi, dalam Syarh Shahih Muslim, menyebutkan bahwa halal berkaitan dengan legalitas syariat, sementara thayyib merujuk pada kualitas yang memengaruhi kesehatan dan kesejahteraan seseorang.
Syaikh Yusuf al-Qaradawi dalam bukunya, The Lawful and the Prohibited in Islam, menjelaskan bahwa Islam mengajarkan umatnya untuk tidak hanya mematuhi aspek kehalalan, tetapi juga memperhatikan kesehatan, kebersihan, dan dampak positif makanan tersebut terhadap tubuh.
Hal ini menegaskan bahwa apapun yang membahayakan kesehatan tidak dapat dianggap sebagai thayyib.
Di Indonesia, penerapan sertifikasi halal dan thayyib diatur dalam beberapa peraturan, antara lain :
Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) : Mengharuskan setiap produk makanan, minuman, obat, dan kosmetik yang beredar di Indonesia memiliki sertifikasi halal. UU ini juga mencakup penjaminan kualitas produk yang memenuhi aspek thayyib, seperti kebersihan, kesehatan, dan keamanan produk.
Peraturan Menteri Agama No. 26 Tahun 2019 : Mengatur tentang penyelenggaraan Jaminan Produk Halal, termasuk standar pemeriksaan yang memperhatikan prinsip thayyib dalam produksi makanan dan minuman. Hal ini meliputi uji kebersihan, keamanan bahan, dan dampak lingkungan.
Peran Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) : Institusi ini melakukan audit dan verifikasi untuk memastikan produk tidak hanya halal, tetapi juga memenuhi standar kualitas yang diatur secara ketat.
Urgensi Sertifikasi Halalan Thayyiban.
Sertifikasi halalan thayyiban penting untuk memastikan kepatuhan syariat, sekaligus menjamin kesehatan dan keselamatan konsumen. Aspek yang dipertimbangkan meliputi :
Kriteria Sertifikasi : Sertifikasi harus memastikan produk bebas dari bahan haram dan najis, diproduksi dengan standar kebersihan tinggi, serta tidak mengandung bahan berbahaya.
Peran Lembaga Sertifikasi : Lembaga sertifikasi halal di Indonesia dan internasional berperan untuk melakukan audit, verifikasi, dan pengawasan terhadap proses produksi makanan dan minuman, sehingga produk yang lolos sertifikasi benar-benar memenuhi standar halalan thayyiban.
Namun dalam praktik sehari-hari, ditemukan beberapa kendala yang dihadapi dalam penerapan sertifikasi halalan thayyiban. Di antaranya :
Biaya Sertifikasi yang Tinggi : Sertifikasi dapat menjadi beban bagi usaha kecil yang memiliki keterbatasan finansial.
Variasi Standar Antarnegara : Perbedaan standar sertifikasi halal di berbagai negara memengaruhi kelancaran perdagangan internasional.
Kurangnya Kesadaran Konsumen : Banyak konsumen belum sepenuhnya memahami pentingnya thayyib, selain halal, dalam pemilihan produk yang aman dan berkualitas.
Sertifikasi halalan thayyiban mencerminkan kesempurnaan ajaran Islam yang memperhatikan aspek spiritual, kesehatan, dan keberlanjutan.
Dengan menerapkan standar ini, masyarakat Muslim dapat menjalani kehidupan yang lebih sehat, berkualitas, dan berkontribusi terhadap lingkungan melalui pilihan konsumsi yang bijak dan bertanggung jawab.